TSroBUGlBUr0BSClBUYoTpA5GY==
Gaji Guru Kontrak 4 Bulan Belum Dibayar, Pemerintah Buru Selatan Abaikan Kewajiban Konstitusional

Gaji Guru Kontrak 4 Bulan Belum Dibayar, Pemerintah Buru Selatan Abaikan Kewajiban Konstitusional

Daftar Isi
×


Oleh: Alhams Qamarallah (Aktivis Buru Selatan Jakarta).


“Menunda hak guru sama saja menginjak martabat pendidikan. Jika gaji guru bisa ditunda tanpa alasan, bagaimana kita bicara soal masa depan daerah?”


Seringkali kita mendengar dan menjumpai frasa bahwa guru adalah profesi mulia yang padanya peradaban manusia akan menjadi gemilang. Mereka mendedikasikan diri mereka untuk bangsa dan negara tanpa pamrih. Mereka berbakti dengan mengesampingkan persoalan pribadi karena bagi mereka kecerdasan anak bangsa adalah tugas dan tanggungjawab yang diamanatkan melalui konstitusi, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 


Namun, ditengah tuntutan profesionalisme dan dedikasi tinggi yang diberikan oleh para guru kontrak di Kabupaten Buru Selatan, ironi justru hadir dari pihak yang seharusnya menjadi pelindung hak mereka; pemerintah daerah. Hingga kini, terhitung kurang lebih empat bulan (April, Mei, Juni dan Juli), gaji para guru kontrak belum juga dibayarkan. 


Ketertundaan ini bukan hanya soal keterlambatan administrasi tetapi bentuk nyata pengabaian terhadap kewajiban hukum dan moral negara terhadap pendidik.


Menurut Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.” Lebih lanjut, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur secara jelas bahwa pemberi kerja wajib membayar upah tepat waktu sesuai perjanjian kerja.


Saya melihat dalam konteks ini, Pemerintah Kabupaten Buru Selatan sebagai pihak pemberi kerja terhadap para guru kontrak, berpotensi melanggar hukum positif jika dengan sengaja menunda pembayaran gaji tanpa dasar hukum yang sah. Tidak hanya itu, tindakan ini juga bisa digolongkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) "onrechtmatige daad" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan pelakunya untuk mengganti kerugian tersebut.


Ironisnya, para guru kontrak ini tetap menjalankan kewajiban mendidik anak bangsa tanpa jaminan kepastian atas hak dasarnya; penghasilan. Ini bukan hanya menyangkut soal uang, tetapi martabat dan kepastian hukum para guru.


Pemerintah daerah seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan hak-hak tenaga kerja, bukan justru menjadi pelanggar hak asasi pekerja, terlebih di sektor pendidikan yang menjadi fondasi kemajuan daerah. Jika kondisi ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan menurunkan semangat kerja, kualitas pendidikan, dan menambah daftar panjang ketidakadilan sistemik terhadap tenaga honorer dan kontrak di Indonesia.


Pada bagian ini, saya melihat dalam perjalanan pemerintahan La Hamidi-Gerson menjelang satu tahun telah nampak secara jelas gagasan tentang menciptakan iklim Buru Selatan yang harmonis tidak mampu diejawantahkan dalam sistem birokrasi yang dipimpinnya. 


La Hamidi nampak bingung bagaimana membangun birokrasi yang harmonis. Entah mungkin ini dipengaruhi oleh cara menjelaskan gagasan #harmonis yang terlalu berbelit-belit kepada masyarakat sehingga nampak berefek pada birokrasi yang dipimpinnya atau mungkin faktor gagasan tersebut belum secara matang dikemas sebagai konsep dalam membangun daerah sepanjang lima tahun mendatang.


Beberapa pihak mengabarkan saya terkait hal ini. Mereka mencemaskan kelalaian pemerintah yang mengabaikan hak mereka. Lebih-lebih lagi, katanya. Berulangkali mereka mendatangi keuangan untuk menanyakan kepastian hak mereka, oleh keuangan menjawabnya dengan silahkan berurusan dengan Dinas Pendidikan.


Pun sebaliknya, ketika mereka mendatangi dinas pendidikan. Mereka justru dijawab dengan belum ada kepastian dari keuangan. Kondisi ini menggambarkan betapa pemerintahan La Hamidi-Gerson tanpa kepastian birokrasi yang bekerja diatas profesional untuk menjawab hak-hak pegawai, terkhusus para guru kontrak.


Belakangan kita menyaksikan fenomena alam terjadi di Buru Selatan yang amat menyayat hati seperti halnya banjir bandang di Kecamatan Ambalau dan banjir di dusun Fatiban Kecamatan Waesama. Peristiwa ini, banyak guru kontrak menjadi korban. Satu hal yang membuat nurani terkutuk adalah di tengah kondisi dampak banjir tersebut mereka mengharapkan hak-hak mereka bisa didapatkan, namun sayangnya sejauh ini belum ada realisasi.


Pemerintah daerah harus sebisa mungkin memastikan hak para guru kontrak dibayarkan karena ini yang bisa dilakukan untuk membalas jasa bakti mereka dalam kondisi apapun tanpa pamrih. Jangan mengantungkan mereka tanpa kepastian, apalagi dicampur baurkan dengan urusan politik praktis. Tunaikan hak mereka dan jangan gadaikan masa depan pendidikan daerah pada kebobrokan kerja birokrasi yang tanpa kerja professional dan kerja cerdas.

0Komentar

Special Ads
Special Ads
Special Ads